Sudut Pandang Observer
Ketika seseorang mengalami kegalauan,
hidupnya akan menjadi “garing” (membosankan) karena kamu sudah menjadi
observer, ketika kamu menjadi observer kamu sudah tidak terlibat dengan keadaan
apapun, hanya sebagai penonton. Tidak bisa merasakan sedih, tidak bisa
merasakan senang, karena kamu melihat itu hanya sebuah kejadian semata, seperti
sedang menonton sebuah film.
Anugerah terbesar dalam hidup
adalah limitimasi pengetahuan. Contohnya seperti ini, ketika kamu melakukan
suatu pekerjaan dan kamu tidak tahu akan
mendapatkan hadiah setelahnya, pasti
kamu akan melakukan pekerjaan itu dengan sungguh-sungguh kamu akan focus dengan
pekerjaan itu, beda jika kamu sudah tahu bahwa kamu akan mendapatkan hadiah
setelah melakukan pekerjaan itu maka
perkejaan yang kamu lakukan tidak akan maksimal, karena kamu sudah berfokus
pada hadiah tersebut .
Salah satu komponen paling
penting dalam hidup adalah ketidaktahuan kita akan apa yang kita cari, apa yang kita tuju dan
seterusnya. Observer adalah salah satu tahap dimana kamu melihat dari sudut
pandang yang lain. Ketika kita bertanya kenapa kita hidup? Karena kamu butuh
limitasi ketidak tahuan tersebut untuk bisa menghargai, untuk bisa memahami
sesuatu.
Tuhan tidak mungkin bersifat otoriter, ketika
kamu lahir kedunia ada semacam perjanjian yang kamu buat dengan Tuhan, berhubungan
dengan kurikulum apa yang harus kamu pelajari dalam rentang hidup ini.
Dalam hidupmu masalah apa yang
sering berulang, bolak-balik berulang,
berulang, berulang. Ketika kamu bisa mengatasi suatu masalah sekarang,
lima tahun atau sepuluh tahun kemudian pasti berulang kembali. Karena kita
lahir dalam kondisi tertentu yang kamu putuskan, yang kamu janjikan dengan
Tuhan, dan kamu harus belajar sesuatu
dalam kondisi tersebut. Dan dalam perjalanan itu kamu sampai pada tahap
kamu menemukan semuanya adalah Tuhan.
Terus
apa yang harus kita lakukan
kemudian? Itulah perlunya kamu memiliki identitas. Identitas bukanlah
sandangan siapa kita? Identitas adalah
alat untuk kita ber’laku’ menjadi apa,
berperan seperti apa dalam kehidupan ini. Selama kamu masih hidup kamu memiliki
peran, kamu masih punya PR apa yang harus kamu lakukan, selain kepada diri
sendiri juga kepada orang disekitarmu, bagaimana atau apa yang kamu lakukan
Keuntungan menjadi observer
adalah kamu tahu persis posisimu ada dimana. Kamu tahu berperan sebagai anak
bagaimana?, sebagai saudara bagaimana?, sebagai anggota masyarakat bagaimana?
berlaku sesuai itu, menurutku menegakkan sholat seperti itu. Melakukan sholat
adalah latihan kamu menjadi hamba Allah, positioningnya
seperti itu. Setiap hari, setiap detik pada posisi observer kamu tahu
posisimu dimana dan harus melakukan apa terlihat jelas. Ketika dijalan kamu
tidak akan mengendarai motor ditengah-tengah jalan, Karena kamu tahu persis ada
orang lain yang menggunakan jalan, sopannya seperti ini, kamu akan memberikan
jalan untuk orang lain, banyak positioning
seperti ini. Setiap saat kamu tahu berada dalam posisi apa, kamu paham seperti
apa sekelilingmu. Dan kamu tahu didalam jaringan rantai ekosistem lingkunganmu
kamu berada diposisi mana, dan pengabdianmu berlaku pada posisimu. Tapi jangan
lupa didunia ini yang paling penting juga salah satunya adalah beridentitas, berperan. Jangan sampai tidak
merasakan apa-apa, sedih butuh dirasakan, marah butuh dirasakan, galau juga
butuh untuk dirasakan, rasa itu konektor utama kita pada kenyataan. Semua
informasi yang kita dapatkan pasti menimbulakn rasa didalamnya.
Belajar lagi merasakan sedih,
senang, marah atau apapun itu, tapi ketika kamu berada pada posisi observer
perasaan itu semua tidak akan menggoyahkan dirimu yang sejati. Karena kamu tahu
persis bahwa itu hanya alat menghubungkanmu dengan kenyataan, dengan informasi
sebenarnya, alat untuk dirimu berkaca. Ketika kamu marah ada sebuah belief system yang belum beres.
Ketika kamu sedih ada sesuatu yang belum beres dalam pemahamanmu, dan itu PRnya
tidak selesai setiap saat, berulang terus menerus. Apa yang harus dilakukan? Jalani
saja. Kalau kamu belum bisa memahami semua ini, cobalah untuk menikmatinya. Dalam ilmu
psikologi ketika kamu bersedih, patah hati atau galau itu semua melalui proses
yang namanya “menolak”, dan ketika kami memelalui proses “menerima”, selesai
masalah. Intinya perjalanan adalah (*rekomendasi saya) mencari apa yang sejati.
Karena sejati tak akan terganti.
Sabrang Mowo Damar Panuluh
Komentar
Posting Komentar